Langsung ke konten utama

Pembuatan Pupuk Kompos

ARTIKEL I.   PEMBUATAN KOMPOS

Kompos merupakan hasil perombakan materi organik oleh mikrobia dengan hasil final berupa kompos yang mempunyai nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan mempunyai nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan mempunyai nisbah C/N < 20. Bahan organik yang mempunyai nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya bila nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N alasannya ialah menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos sanggup berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan intinya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia biar bisa mempercepat proses dekomposisi materi organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan materi untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos majemuk tergantung: keadaan daerah pembuatan, buaday orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam materi yang tersedia dan selera si pembuat.
Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:
a)  Kelembaban timbunan materi kompos. Kegiatan dan kehidu­pan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban  yang cukup, tidak terlalu kering maupun berair atau tergenang.
b)  Aerasi timbunan. Aerasi bekerjasama erat dengan ke­lengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan materi yang dikompos­kan umumnya mengakibatkan hilangnya nitrogen relatif banyak alasannya ialah menguap berupa NH3. 
c)  Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga materi organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencampai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurun­kan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
d)  Suasana. Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organik, sehingga mengakibatkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
e)  Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah materi pengapuran contohnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian debu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
f)   Kadang-kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kuali­tas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan alasannya ialah kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, alasannya ialah residu P sukar tercuci dan tidak menguap.

Cara simpel pembuatan bokashi jerami - pupuk kandang
Pembuatan kompos sebaiknya dikerjakan: (1). dalam bangunan yang mempunyai lantai rata, keras dan bebas dari genangan air, serta adanya atap yang melindungi dari terik matahari dan hujan, (2). bersahabat dengan sumber materi organik: jerami, pupuk kandang, sampah, sekam, dedak dll., (3). bersahabat dengan sumber air, dan (4). transportasi mudah. Alat yang diperlukan: Garuk atau cangkul, Pemotong rumput atau sabit, Gembor, Ember, Cetakan kayu dan  Karung atau plastik.
Bahan
1. Jerami dicacah halus 3- 5 cm : 500 kg
2. Pupuk sangkar                      : 500 kg
3. EM-4                                     : 500 mL
4. Gula pasir                             : 250 g

Cara pembuatan:
1.   Larutan EM-4. Masukkan 20 mL EM-4 + 10 g gula pasir + air higienis 1.000 mL ke dalam jerigen tertutup rapat, digojok merata dan difermentasikan selama 24 jam.
2.  Jerami + pupuk sangkar dicampur merata di atas lantai.
3.  Tambahkan larutan EM-4 ke kemudian diaduk merata sehingga kadar lengas dalam adukan tersebut sekitar 30%. Ambil segenggam bakal kompos tersebut, bila diperas air mulai menetes.
4.   Buat gundukan setinggi 60 cm, tutupi dengan karung goni.
5.   Setiap 2 hari gundukan tersebut diperiksa, bila temperatur > 50 oC gundukan harus dibongkar dan dianginkan. Setelah cuek buat gundukan kembali, tutup dengan karung goni. Jika terlalu kering tambahkan larutan EM-4.
6.   Setelah 3 ahad gundukan dibongkar. Kompos diayak dengan saringan kasa 2 cm. Bahan yang tidak lolos saring dikomposkan kembali.

Penggunaan bokashi
Takaran penggunaan secara umum 2 kg/m2. Begitu hingga di lahan kompos harus segera dicampur merata dengan tanah. Kompos yang tidak segera digunakan sanggup disimpan. Kompos terlebih dahulu dikering anginkan, kemudian dimasukkan dalam karung plastik yang kedap air dan berwarna gelap. Karung tersebut disimpan ditempat yang kering, terlindung dari hujan dan cahaya matahari langsung.






ARTIKEL II.  TEKNIK PEMBUATAN KOMPOS
Peningkatan produksi pertanian, tidak terlepas dari penggunaan materi kimia, mirip pupuk buatan/anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk buatan/kimia dan pestisida ketika ini oleh petani adakala sudah hiperbola melebihi takaran dan takaran yang dianjurkan, sehingga menggangu keseimbangan ekosistem, disamping itu tanah cendrung menjadi tandus, organisme-organisme pengurai mirip zat-zat renik, cacing-cacing tanah menjadi habis, demikian juga binatang mirip ular pemangsa tikus, populasi menurun drastis.
Pemakian pupuk pada waktu yang bersamaan (awal ekspresi dominan hujan) oleh petani, mengakibatkan sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga sebagian petani tidak sanggup membeli, akhirnya tumbuhan tidak dipupuk, produksi tidak optimal. Perlu ada trobosan untuk mengatasi hal tersebut, salah satu diantaranya ialah pembuatan pupuk organik (kompos).
Bahan Pembuatan Pupuk Organik/Kompos
Memanfatkan limbah pertanian, mirip jerami, daun-daunan, rumput, kulit kopi, serbuk gergaji, materi tersebut gampang didapat dan tersedia dilahan pertanian.
Kelebihan Pupuk Organik/Kompos
Kelebihan pupuk organik dari pupuk anorganik cukup banyak diantaranya : Bahan gampang diperoleh (murah) ,pembuatan sangat mudah, pupuk organik ialah pupuk lengkap, pupuk organik berfungsi juga memperbaiki kesuburan tanah, sanggup tersimpan dalam tanah dengan waktu yang lama, sedangkan pupuk anorganik bahkan cendrung sebaliknya.
Teknik Pembuatan Pupuk Organik/Kompos
1. Bahan
Hijauan/daun-daunan, rumput atau jerami 1 ton, pupuk sangkar 200-300 kg, sekam padi 100-200 kg, dedak/bekatul 50-100 kg, stater/bahan pengurai 0,2-0,5 liter, tetes tebu/gula 1-2 kg dan air 300 – 500 liter (secukupnya)
2. Persiapan tempat
Sebaiknya dibuatkan lobang dengan ukuran 2 x 2,5 dengan kedalaman 40-60 cm, usahakan tempatnya tidak terbuka atau kena sinar matahari langsung, mirip di bawah pohon sebaiknya dibuatkan naungan/gubuk untuk mengindari sinar matahari pribadi dan hujan.
3. Cara Pebuatan
Supaya proses pengomposan lebih cepat hijaun/daun-daunan, jerami dipotong-potong kurang lebih 5-10 cm. tetes tebu/gula dan stater pengurai dilarutkan dengan air dalam ember/bak plastik diaduk hingga merata, potongan-potongan hijauan/jerami dicampur dengan pupuk kandang, dedak, sekam, serbuk gergaji dan limbah pertanian lainnya secara merata, siramkan larutan secara perlahan-lahan kedalam adonan secara merata hingga kandungan air adonan mencapai 50%, bila adonan dikepal dengan tangan air tidak keluar dari adonan, bila kepalan dibuka maka adonan akan megar, sewaktu pengadukan dan penyiraman pribadi dimasukan kedalam lobang yang sudah disiapkan.
Usahakan tumpukan materi yang sudah diaduk tingginya tidak melebihi 60 cm dari permukaan tanah, tutup dengan terpal/plastik biar tidak terjadi penguapan, bisa juga ditutup dengan lumpur seluruh permukaan, tancapkan bilah bambu sekitar 10-15 cm biar udara luar masuk, sehingga proses pengomposan/fermentasi berjalan lebih cepat
4. Pemeriksaan/Pengamatan
Setelah 2-3 hari tumpukan diperiksa, dengan cara membuat lubang, kemudian dimasukan tangan, apabila didalam tumpukan dirasa suhunya cukup tinggi maka sanggup dipastikan proses pengomposan sedang terjadi, kalau didalam tumpukan sehunya rendah, berarti tidak terjadi proses pengomposan, untuk itu perlu diulangi penyiraman dengan larutan tetes tebu/gula dan stater/pengurai, 2 atau 3 hari sekali tumpukan disiram, sesuai dengan keadaan/kelembaban, untuk tumpukan yang menggunakan tutup terpal/plastik, sehabis 6-7 hari perlu dilakukan pengadukan dan disiram seperlunya biar terjadi sirkulasi udara, dengan demikian diharapkan mikroba akan berkembang dan proses pengomposan lebih cepat, sehabis 20-30 hari dilakukan investigasi kembali dengan cara memasukan tangan kedalam tumpukan, apabilia temperatur didalam tumpukan suhunya menjadi turun, maka pengomposan sudah jadi dan siap panen.
Apabila tercium amis yang kurang yummy dari dalam tumpukan menerangkan proses pengomposan tidak tepat dan perlu diulangi kembali. Cara mengusut lain yaitu dengan menusuk-nusuk tumpukan dengan kayu/bambu, apabila bacokan lancar/tidak menyakut, maka pengomposan berhasil dan siap dipakai.

















                   ```````
ARTIKEL III.  PANDUAN PEMBUATAN KOMPOS
1.  Humus Sebagai Teladan Sumber Bahan Organik
Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan khewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman.
Batasan pengertian mengenai humus ini bisa saja berbeda sesuai dengan tingkat penelitian dan kecermatan pengamatan dari pembuat batasan pengertian itu sendiri.  Sementara itu ada juga yang memperlihatkan batasan pengertian lain yaitu humus ialah materi organik yang terdiri dari materi organik bukan humus dan bahan-bahan humus yang dibagi lagi menjadi Humin, Fulfic Acid dan Asam Humus. Hal terpenting dari proses pembentukan humus ini ialah bahwa dalam proses pembentukannya, ada kaitan yang sangat erat antara unsur Carbon (C) dan Nitrogen (N). 
Pokok permasalahannya justru terletak pada kenyataan bahwa dalam proses dekomposisi materi organik oleh jasad-jasad mikro, disamping karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba, ternyata juga dibutuhkan N dan P.  Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir menjadi materi tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi protein mikroba.
Perbandingan dari C/N humus sanggup diperhitungkan dari aneka macam senyawa yang menyusun humus. 
Humus tanah rata-rata mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Bahan
Komposisi
Kandungan C
Lignin
45%
28.80%
Protein
35%
17.50%
Karbohidrat
11%
4.84%
Lemak, Damar dan Lilin
3%
2.10%
Tidak diketahui
6%
3.00%
TOTAL
100%
56.24%
Total kandungan karbon dalam humus ialah 56.24 persen. Sementara itu Kadar N dalam protein ialah 16 persen, sedangkan humus mengandung 35 persen protein, jadi kadar N dalam humus ialah 35 x 0.16 = 5.6 persen. 
Oleh alasannya ialah itu hasil bagi C/N rata-rata ialah 56.24 / 5.6 =  10.04 persen. Hubungan C dan N ini di dalam humus berada dalam keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 hingga 12.  Oleh alasannya ialah itulah nilai C/N ratio 10 - 12 ini sanggup dianggap sebagai teladan dalam pembuatan kompos. Dari hasil penelitian dan uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk mendapat C/N ratio 10 – 12,  maka diharapkan adonan materi baku dengan C/N ratio 30.  Permasalahannya ialah bagaimana membuat formula biar dengan mencampurkan aneka macam jenis bahan-bahan baku kompos sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai C/N ratio materi baku dengan 30. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhitungkan untuk memperoleh C/N ratio materi baku sebesar 30 tersebut.
2. Teknologi Kompos 
Pembuatan kompos ialah murni sebagai perjuangan petani untuk memperlihatkan nutrisi bagi tumbuhan secara stabil dengan memanfaatkan limbah.  Limbah tersebut sanggup berupa limbah ternak, limbah pertanian ataupun limbah-limbah lainnya biar sanggup dimanfaatkan di lahan-lahan pertanian. 
Untuk memanfaatkan limbah bukan berarti tidak mempunyai masalah. Sebagai contoh limbah kotoran sapi. Kotoran sapi mempunyai kandungan air yang sangat besar, sanggup mencapai 60 – 85 persen. Kandungan air yang tinggi ini sanggup memperberat kerja pengolahannya.
Disamping itu limbah sapi mempunyai C/N ratio yang relatif rendah untuk sanggup menghasilkan kompos yang baik.

Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan problem ini masih sulit dilakukan, tetapi kini dengan semakin diketahuinya pengetahuan perihal perbandingan materi baku dan pengaturan kelembaban untuk pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini sanggup dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan mirip serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur keseimbangan C/N. 
Jadi pemanfaatan dan penggabungan bahan-bahan tadi yang emmiliki C/N ratio tinggi sekaligus juga sanggup menaikkan C/N ratio materi baku kompos.  Limbah-limbah ternak merupakan materi organik yang menarik untuk dijadikan kompos bagi perjuangan pertanian bunga dan sayuran. Di New York, Amerika Serikat, telah banyak petani yang memanfaatkan kotoran kuda, kotoran ayam, kotoran sapi, untuk dijadikan kompos secara komersial.  Di Amerika Serikat sudah semenjak tahun 1992 pemerintahnya menetapkan jadwal budidaya organik secara Nasional, kemudian 2 (dua) tahun kemudian  sudah terdapat 2.000.000 (dua juta) titik yang memproses kompos.
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya sanggup dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
  • Kompos yang diproses secara alami, dan
  • Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia.
Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami ialah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting / pengomposan berjalan dengan sendirinya.  Kompos yang dibentuk secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan dan lebih.
Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan insan ialah pembuatan kompos yang semenjak dari penyiapan materi (pengadaan materi dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia. 
Proses pembuatan kompos yang dibentuk dengan campur tangan insan biasanya dibantu dengan penambahan aktivator pengurai materi baku kompos.  Aktivator pembuatan kompos terdapat majemuk brand dan produk, tetapi yang paling penting dalam memilih aktivator ini ialah bukan brand aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator tersebut, berapa usang aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada imbas dari unsur aktivator tersebut terhadap manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh-tumbuhan maupun imbas terhadap organisme yang ada di dalam tanah atau dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos mirip apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat mirip sudah disinggung diatas ialah untuk mendapat hasil final kompos jadi yang mempunyai standar kualitas tertentu. Diantaranya ialah mempunyai nilai C/N ratio antara 10 – 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan insan dan menggunakan materi aktivator ialah proses pembuatan kompos sanggup dipercepat menjadi 2 –  4 minggu.
3. Metoda Pembuatan Kompos 
Terdapat beberapa metoda pembuatan kompos yang umum dilakukan, yaitu :
  • Wind Row sistem
  • Aerated Static Pile
  • In Vessel
Ketiga sistim ini telah banyak dioperasionalkan  secara luas.  Dari ke tiga sistim ini mana yang sanggup menghasilkan kompos yang terbaik tidaklah penting, alasannya ialah masing-masing sistim mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sistim Windrow
Windrow sistim ialah proses pembuatan kompos yang  paling sederhana dan paling murah.  Bahan baku kompos ditumpuk memanjang , tinggi tumpukan 0.6 hingga 1 meter, lebar 2-5 meter.  Sementara itu panjangnya sanggup mencapai 40 – 50 meter.
Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan  sangat dipengaruhi oleh keadaan materi baku, kelembaban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai penggalan tengah tumpukan materi baku.
Idealnya ialah pada tumpukan materi baku ini harus sanggup melepaskan panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan  sebagai hasil proses dekomposisi materi organik oleh mikroba.
Windrow sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah berhasil dilakukan di banyak daerah untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll.  Untuk mengatur temperatur, kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik  Inilah secara prinsip yang membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain. 
Kelemahan dari sistim Windrow ini ialah memerlukan areal lahan yang cukup luas.
Sistim Aerated Static Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih maju ialah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara.  Udara ditekan memakai  blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan materi baku yang sedang diproses sanggup lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, pedoman oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun pedoman oksigen ditambah. 
Karena tidak ada proses pembalikan, maka materi baku kompos harus dibentuk sedemikian rupa sejenis semenjak awal.  Dalam pencampuran harus terdapat rongga udara yang cukup.  Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan panjang harus dipotong-potong mencapai ukuran 4 – 10 cm.
Sistim In Vessel
Sistim yang ke tiga ialah sistim In Vessel Composting. Dalam sistim ini sanggup mempergunakan kontainer berupa apa saja, sanggup silo atau parit memanjang.  Karena sistim ini dibatasi oleh struktur kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi imbas amis yang tidak sedap mirip amis sampah kota.
Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan udara sama mirip sistim Aerated Static Pile. Sistim ini mempunyai pintu pemasukan materi kompos dan pintu pengeluaran kompos jadi yang berbeda.
4. Kunci Proses Pembuatan Kompos
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam proses pembuatan kompos, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
Memperoleh Campuran Bahan Baku Yang Benar
Salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan proses pembuatan kompos ialah bagaimana memperoleh kombinasi adonan materi baku sedemikian rupa sehingga memperoleh hasil final berupa kompos yang mempunyai perbandingan C dan N = 10 s/d 12.  Dari hasil penelitian, telah diketahui bahwa terdapat 2 (dua) parameter penting dalam memilih pemilihan materi baku, yaitu:
  • Faktor kelembaban Bahan Baku
  • Faktor C / N ratio materi baku
Faktor Kelembaban Bahan Baku
Kelembaban atau kandungan air sangat besar lengan berkuasa terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme. Sebagian besar mikroorganisme tidak sanggup hidup apabila kekurangan air. Apabila kelembaban dibawah 40%, proses dekomposisi materi organik akan melambat. Apabila kelembaban dibawah 30 persen, proses dekomposisi simpel akan terhenti. Akan tetapi, apabila kelembaban > 60 persen, maka yang terjadi ialah keadaan anaerob (tanpa oksigen), yang akan mengakibatkan timbulnya aroma tidak sedap (masam).  Umumnya proses komposting menghendaki kelembaban ideal antara  50 – 60 persen.  Keadaan ini merupakan keadaan ideal untuk memulai proses pengomposan.
Faktor C/N ratio Bahan Baku
Dari sekian banyak unsur yang diharapkan oleh mikroorganisme yang medekomposisi materi organik, Carbon dan Nitrogen ialah unsur yang paling penting dan menjadi faktor pembatas (disamping phospat).  Carbon ialah sumber energi dan merupakan 50 persen dari penggalan massa sel microba. Nitrogen merupakan komponen paling penting sebagai penyusun protein dan basil disusun oleh tidak kurang dari 50% dari biomasanya ialah protein. Kaprikornus bacteri sangat memerlukan Nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah Nitrogen terlalu sedikit, maka populasi basil tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan mengakibatkan problem pada aroma kompos, sebagai akhir dari keadaan anaerobik. Dalam keadaan mirip ini sebagian dari Nitrogen akan menjelma gas amoniak yang mengakibatkan amis dan keadaan ini merugikan, alasannya ialah mengakibatkan Nitrogen yang kita perlukan akan hilang. 
Jadi harus hati-hati dalam menangani materi baku kompos, terutama materi baku yang banyak mengandung Nitrogen (biasa disebut materi hijauan, mirip potongan rumput), terutama dalam mengatur proses suplai oksigennya. Sebaiknya materi bahan mirip ini diatur pencampurannya dengan bahan-bahan yang mengandung C (biasa disebut materi coklatan tinggi, mirip limbah serutan kayu). 
Pencampuran materi baku yang mengandung C dan N sebesar 30 : 1 (berdasarkan berat), membuat keadaan kandungan unsur-unsur penyusun proses pembuatan kompos seimbang. Oleh kerena itu untuk mendapat hasil final kompos yang mencapai perbandingan C/N ratio 10 s/d 12, dan mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi, maka aturlah kelembaban materi baku 50 – 60 persen dan buatlah adonan materi baku sedemikian rupa sehingga materi baku kompos mempunyai nilai C berbanding N ialah 30 berbanding 1.
Menghitung adonan materi baku kompos biar mempunyai C/N ratio 30 : 1, sanggup menggunakan rumus sebagai berikut:
5. Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N materi baku, maka untuk memilih standarisasi kompos ialah dengan membuat standarisasi proses pembuatan kompos serta standarisasi materi baku kompos, sehingga diperoleh kompos yang mempunyai standar tertentu. 
Setelah standar adonan materi baku kompos sanggup dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai perbandingan C / N materi baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadap:
  1. Temperatur
  2. Kelembaban
  3. Odor atau Aroma, dan
  4. pH
Pengamatan Temperatur
Temperatur ialah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos.  Apakah panasnya naik ?  Sampai temperatur berapa panas yang sanggup dicapai ?  Dalam berapa usang panas tersebut sanggup dicapai ?  Berapa usang panas tersebut sanggup berlangsung ?  Apa arti dari keadaan-keadaan tersebut ? Campuran bahan-bahan mirip apa yang sanggup menghipnotis profil temperatur ?
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan  proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai materi organik.  Temperatur ini sanggup digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja,  disamping itu juga sanggup diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan.  Sebagai ilustrasi,  bila kompos naik hingga temperatur 40°C – 50°C, maka sanggup disimpulkan bahwa adonan materi baku kompos cukup mengandung materi Nitrogen dan Carbon  dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme.  Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang  sanggup mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos.  Tunggu hingga beberapa ketika hingga temperatur stabil. Kemudian lakukan lagi di  daerah yang berbeda.   Lakukanlah pengamatan tersebut di beberapa lokasi, termasuk pada aneka macam kedalaman dari tumpukkan kompos.  Kompos sanggup mempunyai kantong-kantong  yang lebih panas dan ada kantong-kantong yang dingin.  Semuanya sangat bergantung kepada kandungan uap air (kelembaban) dan komposisi kimia materi baku kompos.  Maka akan diperoleh peta gradient temperatur.  Dengan menggambarkan grafik temperatur dan lokasi-lokasinya sejalan dengan bertambahnya waktu, maka sanggup dijelaskan:
  1. Sudah berapa jauh proses dekomposisi berjalan
  2. Seberapa baik komposisi adonan materi baku tersebut
  3. Seberapa rata adonan tersebut dan  dibagian mana adonan tidak rata
  4. Dibagian mana sirkulasi udara berjalan normal dan dibagian mana kurang normal.
Dari informasi  diatas, maka sanggup diambil keputusan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil final dan memperoleh kompos dengan kualitas yang diinginkan. 
Pada proses komposting yang baik, maka temperatur 40°C  – 50 0C sanggup dicapai dalam 2 – 3 hari.  Kemudian dalam beberapa hari berikutnya temperatur akan meningkat hingga materi baku yang didekomposisi oleh mikroorganisme habis. Dari situ barulah temperatur akan turun. 
Dari beberapa kali proses pembuatan kompos dengan sistim Windrow, dengan menggunakan adonan materi baku kompos terdiri dari kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing, dedak dan jerami,  perubahan temperatur mencapai 40°C – 50 °C sanggup dicapai dalam waktu 3 (tiga) hari.  Oleh alasannya ialah itu pembalikan kompos dilakukan pada hari ke 4 (empat). 
Setelah pembalikan pertama temperatur akan turun, kemudian naik lagi hingga mencapai 55°C – 60°C pada hari ke 6. Oleh alasannya ialah itu dilakukan lagi pembalikan ke dua pada hari ke 6 (enam) atau 3 hari sehabis pembalikan pertama, sehabis pembalikkan temperatur akan turun dan naik lagi hingga 55°C – 60°C pada hari ke 9 (sembilan).  Pada hari ke 9 (sembilan) ini atau 3 hari setalah pembalikkan ke dua dilakukan lagi pembalikan ke 3 (tiga). 
Apabila komposisi adonan materi baku tepat, temperatur akan stabil hingga hari ke 12 (dua belas) dan seterusnya, untuk kemudian turun dan stabil pada temperatur tertentu. Pada hari ke 14 tumpukan kompos sanggup mulai dibuka untuk didinginkan dan kemudian selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengepakan.
Pengamatan Kelembaban
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan adonan materi baku kompos yang mempunyai kadar uap air antara 40 – 60  persen dari beratnya.  Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, acara mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali.  Pada keadaan level  kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang akan mengakibatkan timbulnya amis busuk.
Ketika materi baku kompos dipilih untuk kemudian dicampur, kadar uap air sanggup diukur atau diperkirakan. Setelah proses pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi,  tetapi sanggup pribadi diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut.  Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, kemudian kemudian muncul amis busuk, sudah sanggup dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan.  Kelebihan uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi  oksigen melalui bahan-bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan  menjadi anaerobik. Pencampuran materi baku dengan potongan 4 – 10 cm, mirip materi jerami, potongan kayu, kertas karton, serbuk gergaji dll sanggup mengurangi permasalahan ini.
Apabila melaksanakan pembuatan kompos dengan menggunakan sistim aerated static pile ataupun sistim in Vessel, berhati-hatilah dalam menambahkan udara (oksigen), jangan hingga mengakibatkan kompos menjadi kering .  Indikasinya ialah perhatikan temperatur, bila temperatur menurun lebih cepat dari biasanya, maka ada kemungkinan kompos terlalu kering.
Pengamatan Odor / Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan amis yang menyengat (bau busuk).  Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau.  Dengan memanfaatkan indra penciuman, sanggup dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos.
Sebagai gambaran, bila tercium amis amonia, patut diduga adonan materi kompos kelebihan materi yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah).  Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung  C/N tinggi, contohnya berupa:
  • Potongan jerami, atau
  • Potongan kayu, atau
  • Serbuk gergaji, atau
  • Potongan kertas koran dan atau karton dll
Jika tercium amis busuk, mungkin adonan kompos terlalu banyak mengandung air.  Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan (pada sistim windrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static Pile atau In Vessel.


Pengamatan pH
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral hingga sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 hingga 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong  pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada materi kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8. Jika kondisi anaerobik berkembang  selama proses  pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos  akan mengurangi  kemasaman ini.  Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan mengakibatkan terjadinya kehilangan nitrogen yang menjelma gas Amoniak. Kehilangan ini tidak saja mengakibatkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian alasannya ialah mengakibatkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan dalam kompos untuk kemudian nanti digunakan oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya.
6. Ciri-Ciri Kompos Kaprikornus
Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilihan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, penyusunan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos hingga dengan jadi kompos. Selanjutnya ialah pengetesan sederhana terhadap kompos. Apakah kompos yang dibentuk tersebut sudah jadi dengan baik ?.  Apa saja ciri-cirinya ?


Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah:
  1. Warna; warna kompos biasanya coklat kehitaman
  2. Aroma; kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah mirip amis tanah atau amis humus hutan
  3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
7. Penyimpanan Kompos
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan hingga 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan mengakibatkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diharapkan mirip Nitrogen. Tetapi secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga adalah:
  1. Jaga kelembabannya jangan sampai  <  20 persen dari bobotnya
  2. Jaga jangan hingga kena sinar matahari lansung (ditutup)
  3. Jaga jangan hingga kena air / hujan secara pribadi (ditutup)
  4. Apabila akan dikemas, pilih materi kemasan yang kedap udara dan tidak gampang rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari lebih baik.
Kompos merupakan materi yang apabila berubah, tidak sanggup kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak sanggup kembali lagi. Demikian juga dengan imbas air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan. Kemasan kompos sebaiknya materi yang kedap ialah untuk menghindarkan kehilangan kandungan air. Kemasan yang baik membuat Kompos bisa bertahan hingga lebih dari 3 tahun.
8. Keunggulan dan Kekurangan Kompos
Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga mempunyai kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimi (anorganik).
Kekurangan
  1. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik.
  2. Karena jumlahnya banyak, mengakibatkan memerlukan perhiasan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.
  3. Dalam jangka  pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik  yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tumbuhan terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan.
Keunggulan
  1. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik).
  2. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berkhasiat baik bagi tumbuhan maupun lingkungan dan mikroorganisme.
  3. Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang mempunyai imbas yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah.
  4. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah.
  5. Menjadi penyangga pH tanah.
  6. Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan.
  7. Membantu menjaga kelembaban tanah
  8. Aman digunakan dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun
  9. Tidak merusak lingkungan.
9. Pembuatan Kompos Yang Sederhana dan Praktis
Metoda pembuatan kompos yang akan dijabarkan disini ialah metoda pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling murah, yaitu metoda WindrowMetoda windrow ini dalam pelaksanaannya mengadopsi konsep yang dikembangkan oleh Departemen of Agriculture & Biological Engineering, New York State College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, Amerika Serikat, dikombinasikan dengan metoda pembuatan kompos dari Jepang (Bokashi),  dengan mempergunakan aktivator EM-4.  
Dalam pelaksanaan pembuatannya, telah dilakukan beberapa penyesuaian dan perubahan yang diadaptasi dengan keadaan setempat di beberapa lokasi pengolahan (di Indonesia).    
Penyiapan Bahan
  1. Bahan Hijauan, materi yang berwarna hijau biasanya banyak mengandung Nitrogen (N) tinggi, diantaranya Kotoran Ternak (sapi, kerbau, ayam, kambing atau babi), daun kacang-kacangan, daun jagung, limbah pertanian segar, potongan rumput segar dan lain-lain.
  2. Bahan Coklatan, materi yang berwarna coklat biasanya banyak mengandung Carbon (C) tinggi, diantaranya Jerami padi, serbuk gergaji, coco peat, dedak, sekam, potongan kayu, potongan kertas, dan lain-lain.
  3. Bahan lain, Limbah Rumah Tangga, Abu dapur.
Untuk materi tertentu yang berukuran besar atau panjang mirip jerami, batang jagung, belukar, biar materi kompos gampang terdekomposisi,  maka materi sebaiknya harus dihaluskan dengan cara dicincang dengan ukuran 4 – 10 cm.
Penyiapan Alat
Alat-alat yang diharapkan antara lain :
  1. Tempat pembuatan kompos, sebaiknya ada naungan.
  2. Sekop,
  3. Cangkul garpu
  4. Gembor/embrat
  5. Drum air
  6. Ember
  7. Lembaran plastik penutup
  8. Termometer
  9. Alat timbang
Penyusunan Bahan Baku
  1. Susun kompos menurut ketersediaan materi baku. Sebaiknya materi yang mangandung karbon tinggi terlebih dahulu disimpan paling bawah sebagai alas. Misalnya Jerami, serbuk gegaji, sekam atau coco peat.
  2. Selanjutnya di atas materi tadi susun kotoran ternak mirip kotoran sapi, kambing, ayam
Susunan materi baku yang biasa dilakukan adalah:
  • Jerami (paling bawah)
  • Kotoran Sapi
  • Serbuk gergaji
  • Kotoran Kambing
  • Kotoran ayam,  dll
Proses penyusunan materi kompos ini sanggup dilakukan hingga ketinggian 1 m.
Mencampur Kompos
Setelah materi disusun lengkap, kemudian setahap demi setahap materi dicampur hingga rata, sambil dilhat kelembabannya, apabila kurang lembab, tambahkan air, sambil ditambahkan materi aktivator atau fermentor.   
Setelah materi dicampur rata dengan kelembaban yang cukup dan lengkap dengan penambahan fermentornya, kemudian ditumpuk kembali mirip semula, hingga ketinggian 1 m, membentuk bedengan memanjang.  Lebar antara 2 s/d 5 m dan panjang bisa hingga 50 m. Tumpukan kompos kemudian ditutup terpal plastik, supaya jangan kena sinar matahari pribadi atau kehujanan. Pada waktu menutup perhatikan supaya tetap ada jalan untuk sirkulasi udara.
Mengukur Temperatur
Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari pada beberapa titik kemudian dicatat.  Hasil pemetaan pengukuran sanggup memperlihatkan indikasi perihal proses pembuatan kompos, apakah pencampuran sudah baik dan benar, apakah komposisi seimbang, apakah kelembaban memadai dan seterusnya.
 
 Setelah secara terpola dilakukan pengukuran, hasil pengukuran sanggup dicatatkan pada tabel dibawah ini untuk memudahkan analisa dan pengembangan lebih lanjut.
 
Membalik Kompos
Pada hari ke 4 komposting, ketika pembalikan kompos yang pertama, perhatikan pada titik titik no 2, 7, 8, 9, 14, amati kelembabannya, adonan materi dan siklus oksigennya. Apabila kurang lembab, atau adonan kurang rata, atau siklus oksigen tidak lancar, maka pada ketika membalik harus sambil dilakukan pencampuran ulang dengan kompos dari daerah yang mempunyai temperatur tinggi, yang kelembaban atau adonan atau siklus oksigennya baik.
Lakukan pengamatan temperatur pada hari berikutnya, petakan, kemudian amati. Apabila masih ada yang kurang rata, lakukan mirip tindakan di atas. Apabila tindakan dilakukan dengan benar, maka pada pembalikan berikutnya perbedaan temperatur sangat kecil dan relatif rata.
Pembalikan kompos selain dengan mempergunakan peta temperatur, juga harus dilakukan dengan cara :
  1. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan di atas ke bawah
  2. Membalik, mencampur dan minyimpan tumpukan tengah ke luar, kiri kanan
  3. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan samping, kiri dan kanan ke tengah
  4. Membalik, mencampur dan menyusun tumpukan tengah bawah ke atas
Apabila proses pembalikkan kompos sudah 4 kali, amati perubahan warna, aroma dan temperatur.  Apabila warnanya sudah menjelma coklat kehitaman, kemudian aroma kompos ibarat aroma tanah, maka proses komposting sudah selesai. Tinggal menunggu penurunan temperatur.
Penyaringan
Setelah proses pengomposan selesai, kemdian dilakukan stabilisasi temperatur, maka tahap berikutnya ialah dilakukan penyringan untuk memperoleh ukuran yng seragam dan penampilannya menjadi lebih baik.  Disamping itu apabila telah diayak, maka pada waktu penerapan di lapangan akan jauh lebih mudah.
10. Aktivator Kompos
Dalam proses pembuatan kompos ada yang mempergunakan materi aktivator untuk mempercepat proses komposting, Beberapa materi aktivator yang dikenal dan beredar di pasaran (Bandung, 2005) antara lain:
  • OrgaDec
  • Stardec
  • EM-4
  • Harmony
  • Fix-up plus, dan lain-lain
Proses pembuatan kompos yang dilakukan mempergunakan larutan effective microorganisme 4 yang disingkat EM-4.  EM-4  pertama kali ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus. Jepang. 
Dalam EM 4 ini terdapat sekitar 80 genus microorganisme fermentor. Microorganisme ini dipilih yang sanggup bekerja secara efektif dalam memfermentasikan materi organik. Secara global terdapat 5 golongan yang pokok yaitu:  
  1. Bakteri fotosintetik
  2. Lactobacillus sp
  3. Streptomycetes sp
  4. Ragi (yeast)
  5. Actinomycetes
Bakteri fotosintetik
Bakteri ini merupakan basil bebas yang sanggup mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.  Hasil metabolir yang diproduksi sanggup diserap secara pribadi oleh tumbuhan dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
Lactobacillus sp.
Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguaraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan basil fotosintesis dan ragi.  Asam laktat ini merupakan materi sterilisasi yang kuat yang sanggup menekan mikroorganisme berbahaya dan sanggup menguraikan materi organik dengan cepat.
Streptomycetes sp.
Streptomycetes sp. mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan. Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berkhasiat bagi tumbuhan dengan cara fermentasi.  Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi  berkhasiat untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar.  Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain mirip Actinomycetes dan bacteri asam laktat.
Actinomycetes
Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara basil dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi basil fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen, menekan jamur dan basil berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esential untuk pertumbuhannya. Actinomycetes juga sanggup membuat kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.

Pembuatan Aktivator Kompos
Bahan baku
  1. Induk EM-4 1 liter
  2. Air Kelapa   1 liter
  3. Molase atau air gula 1 liter
  4. Ditambahkan air 7 liter
Cara Pembuatan
  1. Campurkan ke empat bahan
  2. Masukkan dalam daerah tertutup mirip botol air mineral, jerigen atau drum
  3. Diamkan hingga keluar gas
  4. Setiap hari gas yang dihasilkan dibuang
  5. Setelah 14 hari materi siap dipakai.
Cara Pemakaian
  1. Aktivator yang telah dibentuk dengan cara diatas ditambah 10 liter air kelapa
  2. Ditambah 10 liter air gula/molase
  3. Ditambah 70 liter air
  4. Diamkan selama 1 hari 1 malam
  5. Campurkan ke kompos yang akan dibuat
  6. Larutan 100 liter EM-4 sanggup digunakan untuk adonan 2.000 kg materi baku kompos.

12. Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara pemakaian kompos, sebaiknya diadaptasi dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus diadaptasi dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.  
Tiap-tiap tumbuhan memerlukan kandungan materi organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tumbuhan yang mendapat pupuk organik. 
Tanaman bunga mirip antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari materi organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal.  Beberapa tumbuhan lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tumbuhan yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan  1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah mempunyai keadaan kesetimbangan kandungan materi organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah debu vulkanik (Andisol) mirip tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal),  tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya. 
Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tumbuhan dan pada aneka macam jenistanah tidak akan sama.  Untuk memilih tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.  Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, sanggup dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:
    Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2  C organik tanah = ditentukan menurut hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta 20 cm: kedalaman lapisan olah tanah 10.000 m2: Luas areal Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu daerah ialah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:
Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah  =  2.56 x 1,724 x 20 x 10.000  =  8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan  materi organik tanah secara umum, mirip sanggup dilihat pada tabel berikut:
Kandungan Organik
(% Berat Tanah)
Metoda Welkley - Black

Tingkat
Setara Dengan
Ton / ha
> 20
Sangat Tinggi
> 68.9
10 – 20
Tinggi
34.48 – 68.9
4 – 10
Sedang
13.79 – 34.48
2 -   4
Rendah
4.34 – 13.79
< 2
Sangat Rendah
< 4.34
Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984
Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan menurut kekurangan kandungan C organik dalam tanah.  Sebagai gambaran sanggup dikemukakan bahwa bila berdasarkan  analisa  laboratorium tanah, kandungan C organik tanah ialah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha,  maka menurut keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.
Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, ialah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman.  Keadaan ini gres akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan dukungan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, sanggup diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diharapkan penambahan pupuk organik sebesar =  (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha.

Sumber:  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pasca Panen Flora Kedelai

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar belakang Kedelai merupakan materi tumbuhan kacang-kacangan yang penting sebagai sumber protein nabati. Kedelai sebagai sumber materi protein nabati sanggup diolah menjadi aneka macam bentuk produk olahan menyerupai tempe, tahu, kecap dan tauco yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia. Selain itu juga kedelai sanggup diolah menjadi minyak kedelai, tepung kedelai, susu kedelai dan sebagainya. Dengan perkembagannya peternakan kedelai juga sanggup dimanfaatkan sebagai makanan ternak dalam bentuk tepung kedelai, bungkil kedelai dan ampas tahu. Penangan pasca panen pada tumbuhan sangatlah penting dilakukan dengan sebaik-baiknya biar kualitas produk tetap terjaga. Pada proses pemasaran, nilai suatu produk di tentukan oleh cara kita menangani produk tersebut sesudah panen dengan aneka macam macam teknik dan cara yang tepat, tergantung dari jenis produk yang kita kelola. Pasca panen sendiri bertujuan untuk meningkatkan nilai suatu pro...

Bioekologi Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon)

I.                    PENDAHULUAN             Ulat tanah sebetulnya merupakan serangga hama yang bersifat polifag, jadi tidak hanya menyerang pertanaman tomat tetapi juga jenis flora lain. Namun demikian peranan ulat tanah sebagai hama tomat mulai dirasakan serius semenjak sekitar tahun 1983 dimana mendadak menyerang pertanaman tomat secara luas di daerah pulau Jawa. Setelah itu terjadi ledakan populasi ulat grayak di beberapa daerah pertanian tomat di Jawa maupun luar Jawa.                         Pada umumnya ledakan populasi ulat tanah pada perkebunan tomat terjadi pada awal-awal demam isu hujan sehabis demam isu kemarau panjang, ibarat th. 1988, 1993, dan 1998 di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi selatan. Oleh seba...

Cara Menanam Tanaman Buah Ceri Yang Baik

Buah Ceri (cherry) merupakan jenis buah yang banyak dipakai sebagai penghias kue, asal tumbuhan buah cherry ini yaitu australia dan ketika ini sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah ini juga mempunyai banyak varian, ada yang mempunyai rasa manis (prunus Avium), rasa asam (prunus cerasus), dan bahkan ada yang pahit (prunus emarginata). Tanaman buah ini menyukai iklim yang dingin, sehingga paling cocok dibudidayakan di tempat pegunungan menyerupai jawa barat dan tempat lain yang beriklim dingin, namun kini sudah banyak jenis cherry yang sanggup dibudidayakan di tempat beriklim panas menyerupai Cherry Beach. Dikutip dari wikipedia, bahwa buah ceri mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan jikalau dikonsumsi.  Beberapa manfaat buah cherry bagi kesehatan diantaranya Buah ceri mengandung antosianin, yaitu pigmen warna merah yang baik untuk kesehatan lantaran merupakan antioksidan. Selain itu, rutin mengkonsumsi buah ceri setiap hari sanggup menurunkan jumlah kadar asam urat ...