CENDAWAN FUSARIUM OXYSPORUM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : ILHAMDANI RAHMAN
NIM : 1105101050038
JURUSAN : AGROTEKNOLOGI
ORGANISME PENGANGGU TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2012
I. PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Cendawan Fusarium oxysporum adalah salah satu jenis patogen yang mematikan lantaran strain patogen dari cendawan ini sanggup dorman selama 30 (tigapuluh) tahun sebelum melanjutkan virulensi dan menginfeksi tumbuhan F. oxysporum terkenal lantaran mengakibatkan kondisi yang disebut layu Fusarium, yang mematikan bagi tumbuhan dan cepat. Pada ketika tumbuhan mengatakan tanda-tanda tanda-tanda penyakit dari nanah patogen, maka untuk pengendaliannya sudah terlambat, dan tumbuhan akan mati. Selain itu, F. oxysporum tidak diskriminatif, mereka sanggup mengakibatkan penyakit di hampir setiap tumbuhan pertanian penting. F. oxysporum terbukti sangat sulit diberantas lantaran spora F. oxysporum juga sanggup bertahan di udara untuk jangka waktu yang lama, sehingga rotasi tumbuhan bukan merupakan metode kontrol yang tepat.
Penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum, termasuk dalam kelompok penyakit tular tanah, yang sanggup bertahan dalam waktu yang lama. Patogen ini, umumnya menginfeksi pada penggalan akar atau pangkal batang tanaman. Gejala layu fusarium tampak pada penggalan atas tanaman. Penyakit tular tanah umumnya, sulit dikendalikan lantaran mempunyai kisaran inang yang luas dan sanggup bertahan hidup dalam tanah dengan waktu yang lama, serta tanda-tanda awal sulit diidentifikasi, hasilnya penyakit sering sanggup diketahui ketika serangan sudah lanjut.
b. Tinjauan pustaka
Ada ribuan spesies jamur, dengan bentuk berbeda yang tak terhitung jumlahnya. Kebanyakan terdiri atas benang-benang halus (hifa) yang tumbuh di atas atau di dalam jaringan inang. Pembiakan sebagian jamur terjadi dengan spora, dengan bentuk dan ukuran yang spesifik sehingga sanggup dipakai sebagai sarana identifikasi (Williams et al., 1993).
Fusarium oxysporum memiliki beberapa bentuk khusus, dikenal sebagai formae specialis (f.sp.) yang menginfeksi banyak sekali tumbuhan sehingga mengakibatkan banyak sekali penyakit. Di Hawaii, jenis patogen ini mencakup : Fusarium oxysporum f.sp. asparagi (fusarium kuning pada asparagus) ; f.sp. callistephi (layu aster di Cina) ; f.sp. cubense (penyakit Panama/layu pada pisang) ; f.sp. dianthi (layu pada anyelir); f.sp. koae (layu pada koa) ; f.sp. lycopersici (layu pada tomat) ; f.sp. melonis (layu fusarium pada muskmelon) ; f.sp. niveum (layu fusarium pada semangka ) ; f.sp. tracheiphilum (layu pada kedelai), dan f.sp. zingiberi (fusarium kuning pada jahe) (Raabe et al, 1981).
Miselium cendawan ini bersekat terutama terdapat di dalam sel, khususnya di dalam pembuluh kayu. Disamping itu cendawan membentuk miselium yang terdapat diantara sel-sel, yaitu dalam kulit dan di jaringan parenkim di bersahabat tempat terjadinya nanah (Semangun, 1994).
II. PEMBAHASAN
Cedawan Fusarium oxysporum ( Penyakit Moler)

Nama Umum : Penyakit Moler
Spesies : Fusarium oxysporum
Ordo : Ascomycetes
Family : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Sebaran : Jawa
Inang : Sayuran: Bawang merah, Kentang, Tomat
Inang : Sayuran: Bawang merah, Kentang, Tomat
1. MORFOLOGI
![]() |
Cendawan membentuk klamidospora dan sanggup bertahan usang di dalam tanah. Cendawan menginfeksi dengan cara menembus jaringan pada dasar batang tanpa ada luka sebelumnya. Penetrasi dipermudah jika terdapat luka. Serangan cendawan pada umbi sangat lambat sehingga tidak menampakkan gejala, namun sehabis disimpan dan bibit ditanam di lapang, maka tanda-tanda akan timbul. Kelembaban yang tinggi di dalam tanah akan memacu perkembangan penyakit. Penyakit ini tersebar di seluruh Pulau Jawa.
2. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT & DAUR PENYAKIT
Cendawan Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah dengan kisaran pH 4,5-6,0; tumbuh baik pada biakan murni dengan kisaran pH 3,6-8,4; sedangkan untuk pensporaan, pH optimum sekitar 5,0. Pensporaan yang terjadi pada tanah dengan pH di bawah 7,0 yaitu 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH di atas 7. Pada pH di bawah 7, pensporaan terjadi secara melimpah pada semua jenis tanah, tetapi tidak akan terjadi pada pH di bawah 3,6 atau di atas 8,8. Suhu optimum untuk pertumbuhan cendawan Fusarium oxysporum adalah 200C dan 300C, maksimum pada 370C atau di bawahnya, minimum sekitar 50C, sedangkan optimum untuk pensporaan yaitu 20-250C.
Daur hidup Fusarium oxysporum mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, cendawan hidup sebagai benalu pada tumbuhan inang. Apabila tidak ada tumbuhan inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tumbuhan dan masuk fase saprogenesis, yang sanggup menjadi sumber inokulum untuk menjadikan penyakit pada tumbuhan lain. Penyebaran propagul sanggup terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia.
Penyakit layu fusarium sanggup berkembang di tanah alluvial yang asam. Pada umumnya di tanah geluh yang bertekstur ringan atau di tanah geluh berpasir penyakit sanggup meluas dengan lebih cepat. Inokulum F. oxysporum terdiri atas makrokonidia, mikrokonidia, klamidospora dan miselia. Cendawan sanggup bertahan usang di dalam tanah.
selama beberapa tahun. Populasi patogen sanggup bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar tumbuhan sakit. Apabila terdapat tumbuhan peka melalui akar yang luka sanggup segera menjadikan infeksi.
3. GEJALA
Gejala pertama ditandai dengan daun menguning. Apabila tumbuhan dicabut akar gampang ditarik lantaran pertumbuhan akar tidak tepat dan membusuk. Pada dasar umbi lapis terdapat cendawan keputih-putihan. Jika umbi lapis dipotong membujur tampak ada pembusukan yang agak basah pada pangkalnya dan meluas keatas lapisan umbi. Tanaman yang terjangkit daunnya mati dari ujung dengan cepat.
Juga Gejala yang tampak pada tumbuhan cendawan ini, daun bau tanah layu diikuti oleh daun yang lebih muda. Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun-daun bawah. Tepi bawah daun menjadi kuning bau tanah (layu), merambat ke penggalan dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning. Daun ini mengalami nekrosis dari penggalan pinggir kearah tulang daun. Daun-daun penggalan bawah meluruh (Anonim, 1993). Tanaman yang terjangkit cendawan ini mengatakan tanda-tanda penguningan pada daun. Gejala lebih lanjut daun-daun tiba-tiba jatuh dan akhirnya menggantung pada batang pohon. Tangkai daun patah pada penggalan pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu.
Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Batang yang terjangkit akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecokelatan, pada batang kadang kala terbentuk akar adventif. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu terbelah dari permukaan tanah (Semangun, 1994). Cendawan ini menyerang jaringan pembuluh batang pisang sehingga mengakibatkan daun-daunnya menguning. Dengan melubangi batang tumbuhan yang daunnya tampak menguning layu, akan terlihat jaringan ibarat sarang laba-laba yang mongering dan berwarna cokelat. Akibatnya, tumbuhan sukar berbunga dan apabila bisa berbunga sukar membentuk buah yang normal.
Tanaman yang terjangkit tidak akan bisa berbuah atau buahnya tidak terisi. Lamanya waktu antara ketika terjadinya nanah penyakit hingga munculnya tanda-tanda penyakit berlangsung kurang lebih 2 bulan (Anonim, 1996). Buah mongering dan tidak merunduk. Namun anakan tampak normal meskipun telah tercemar. Dan jika batang dipotong melintang empulur tampak bersih, sedangkan pada batang palsu terlihat ada bercak berwarna kemerahan.
4. PENGENDALIAN
Pengendalian secara bercocok tanam, dengan menanam benih sehat. Pengendalian fisik/mekanik, dengan melaksanakan eradikasi selektif terhadap tumbuhan yang terjangkit dan memusnahkannya, menghindari pelukaan umbi ketika tanam atau ketika panen. Pengendalian biologi, dengan memakai agens hayati Gliocladium sp dalam kompos, yang diberikan dalam lubang tanam pada ketika penanaman. Pengendalian kimia, dengan memakai fungisida yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.
Upaya pengendalian juga sanggup dilakukan untuk penyakit layu fusarium diantaranya cara kultur teknis dengan pemberian pupuk organik (kompos, pupuk kandang), penjarangan anakan, dipotong (setelah 30 cm) kurang lebih 5 cm dari titik tumbuh, rotasi dengan tumbuhan bukan inang (misalnya : pepaya, nenas, jagung dan lain-lain), pembuatan drainase, sanitasi lingkungan pertanaman, menghindari terjadinya luka pada akar, memakai benih sehat (bukan dari tempat serangan atau rumpun terserang, benih dari kultur jaringan) atau benih gres setiap demam isu tanam, sistem pindah tanam sehabis tiga kali panen, maksimal tiga tahun, pengapuran atau pemberian debu dapur untuk menaikkan atau menjaga kestabilan pH tanah, dan penggunaan media ampas tebu yang ditambah urea sanggup mengurangi perkembangan organism pathogen.
Cara fisik/mekanis dengan penanaman di lahan yang terinfeksi F. oxysporum, bibit tumbuhan terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air hangat sekitar 45o C selama 15 menit atau dicelupkan ke dalam suspensi musuh alaminya, contohnya Pseudomonas fluorescens. Cara genetika penanaman varietas yang tahan penyakit layu fusarium, sesuai dengan kondisi setempat.
Pengendalian dengan cara biologi yaitu dengan aplikasi agens hayati contohnya Trichoderma spp., Gliocladium sp., Pseudomonas fluorescent, Bacillus subtilis sebelum/pada ketika tanam (satu kilogram/lubang tanam) yang diintroduksi bersama dengan kompos dengan perbandingan 1 : 10, atau pada bibit (100 g/bibit). Sedangkan cara kimia semua alat yang dipakai didisinfektan dengan kloroks satu persen (bayclean yang diencerkan 1 : 5), atau dicuci
bersih dengan sabun, dan injeksi larutan minyak tanah atau herbisida sistemik terhadap tumbuhan sakit dan anaknnya, sebanyak 5 – 15 ml/pohon tergantung ukuran/umur tanaman. Injeksi ini sanggup diulangi hingga tumbuhan mati.
III. KESIMPULAN
Seluruh populasi cendawan patogen di dunia mempunyai ciri morfologi tertentu yang seragam dan membentuk spesies patogen. Akan tetapi, beberapa individu dari spesies tersebut hanya menyerang tumbuhan inang tertentu. Individu tersebut membentuk kelompok yang dinamakan “Formae specialis”. Misal Fusarium oxysporum f.sp. cubense hanya menyerang tumbuhan pisang dan sama sekali tidak besar lengan berkuasa terhadap tumbuhan lainnya ibarat tumbuhan apel, tomat, maupun tumbuhan yang masih satu kerabat. Setiap forma seorang hebat menyerang beberapa varietas flora inang tertentu tidak menyerang beberapa varietas lainnya masing-masing kelompok individu ini dinamakan dengan ras. Secara umum, beberapa cara efektif untuk mengontrol F. oxysporum meliputi : disinfestation tanah dan materi tanam dengan fungisida kimia, rotasi tumbuhan dengan non-inang dari cendawan, atau dengan memakai kultivar tahan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N.1996. Plant Pathology. Penerjemah : Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713 Hal.
Anonim, 1993. Wabah Penyakit Menyerang Pisang di Lampung. Majalah Trubus 286. Th XXIV. September, Jakarta. Hal 16-17.
Anonim, 1996. Penyakit Penting Tanaman Pisang. Majalah Trubus 314. Th XXVII. Januari, Jakarta. Hal 36-38.
Semangun, H, 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 556 – 561.
Severn-Ellis, A. A., M. Daniel, K de Jager and D. De Waele, 2003. Development of an Acroponic System to Study The Response of Banana Roots to Infection with F and Radopholus similis. Info Musa. 12 (1) 22 – 24.
Sunarjono, 1990. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan. Penerbit Sinar Baru, Bandung. Hal 99. Sunyoto, Djatnika dan Eliza, 2003. Peranan Pseudomonas fluorescens MR 96 pada Penyakit Layu Fusarium Tanaman Pisang . Jurnal Hortikultura 13 (3) : 212 – 218.
Zhang S. & Waseem Raza, Xingming Yang, Jiang Hu, Qiwei Huang, Yangchun Xu, Xinghai Liu, Wei Ran, Qirong Shen (2008). "Control of Fusarium wilt disease of cucumber plants with the application of a bioorganic fertilizer". Biol Fertil Soils 44: 1073–1080.
Komentar
Posting Komentar